Dahulu pikun dikenal
hanya dialami oleh mereka yang sudah berusia lanjut. Tampaknya dengan semakin
cepatnya laju kehidupan, pikun pun mulai mewabah di kalangan lebih muda.
Sebenarnya apa yang menyebabkan fenomena tersebut terjadi ?
Dalam dunia medis, istilah pikun dikenal dengan nama
demensia. Seseorang dikatakan mengalami demensia jika terjadi penurunan tingkat
intelektualitas dan kemampuan kognitif yang cukup berat sehingga mengganggu
aktivitas sehari-hari. Gangguan ini menyebabkan penderitanya tidak bisa lagi
melakukan pekerjaan sehari-hari dan aktivitas sosial terganggun. Penjelasan
tersebut disampaikan oleh Dr. Silvia F.
Lummempouw, SpS(K), Konsultan Neurobehaviour di Departemen Ilmu Saraf
(Neurologi) FKUI-RSCM.
Prevalensi
Menurut Dr. Silvia, berdasarkan data di negara-negara maju,
prevalensi demensia pada usia 65 tahun berkisar 5-10%. Setiap pertambahan usia
keliapatan 5 tahun, prevalensi demensia semakin meningkat, dimana pada usia 70
tahun prevalensinya naik menjadi 10-20%,
dan terus meningkat hingga pada usia diatas 80 tahun mencapai 40-50%. Semakin
tua seseorang, semakin besar resiko menderita demensia.
Faktor Resiko dan
Penyebab
Berdasarkan penelitian faktor resiko utama terjadinya
demensia adalah usia lanjut. Faktor resiko lainnya adalah adanya riwayat
infeksi dan cedera pada kepala, stroke berulang dan berbagai penyakit
degeneratif lainnya.
Penyakit Alzheirmer yang disebabkan oleh proses degenaratif
otak merupakan penyakit yang paling menyebabkan gejala demensia atau pikun.
Penyakit Alzheirmer sendiri bisa disebabkan
oleh adanya kelainan genetik. Ditemukan kesamaan gambaran patologis
kematian selular pada penderita Alzheirmer usia lanjut dengan pasien Sindrom
Down. Pada Sindrom Down, perkembangan otak yang tidak maksimal disebabkan ada
kelainan pada kromosom 21 sehingga lebih cepat menderita pikun (usia 50
tahunan).
Pada penderita Alzheirmer ditemukan kelainan gen pada
kromosom 1, 14, 19. Seseorang yang diketahui mempunyai kemungkinan lebih besar
menderita Alzheirmer. Sayangnya analisis kromosom tersebut memakan biaya yang
mahal sehingga tidak dianjurkan dalam pemeriksaan rutin. Analisis kromosom
dianjurkan jika terdapat riwayat keluarga yang menderit Alzheirmer.
Pikun pada Orang Muda
?
Sebelum terjadi demensia, terdapat
suatu keadaan yang disebut denga MCI (mild
cognitif impairment) yaitu gangguan kognitif yang masih ringan dan belum
memenuhi kriteria demensia/pikun, tutur Dr. Silvia. Pada keadaan tersebut
secara abnormal sudah terjadi gangguan kognitif dan sudah terjadi gangguan daya
ingat, akan tetapi penderitanya masih bisa bekerja dan melakukan aktivitas
sosial dengan baik.
Kondisi seperti itu bisa mengarah
pada terjadinya demensia, akan tetapi tidak mutlak semua orang yang mengalami
MCI akan mengalami demensia. Ada berbagai keadaan yang juga bisa menyebabkan
MCI, salah satunya adalah depresi. Pada orang yang mengalami depresi bisa
terjadi gangguan memori. Jika keadaan depresinya berhasil ditanggulangi maka
memori bisa normal kembali. Jadi kelompok MCI ini nantinya bisa saja berlanjut
menjadi demensia, namun bisa juga membaik jika disebabkan oleh penyakit yang
reversibel, seperti depresi dan pemakaian obat-obatan tertentu.
Sel otak secara normal pada usia
20-30 tahun sudah mulai mengalami apoptosis (kematian sel), terutama sel-sel
yang tidak/jarang digunakan. Hal itu merupakan proses normal dan merupakan
bagian dari proses penuaan. Akan tetapi gejala awal dari proses penuaan otak tersebut baru mulai
terlihat pada usia 50 tahunan, dimana mulai ada perasaan sering lupa. Hal itu
dinamakan age associated memory
impairment (AAMI), ungkap Dr. Silvia. Artinya, jika terlalu banyak
informasi yang diterima, otak tidak dapat menyimpan seluruhnya. Sekali lagi,
hal itu merupakan proses yang normal dan belum bisa dikatan sebagai pikun/demensia.
Untuk mengetahui apakah kemampuan menyimpan informasi baru tersebut masih normal atau tidak, perlu
dipastikan dengan pemeriksaan lebih lanjut.
Pada orang muda sebenarnya jarang
sekali terjadi demensia, kalaupun ada biasanya terdapat riwayat cedera kepala
berat dan infeksi otak (ensefalitis) sebelumnya serta pada kelainan genetik
seperti Sindrom Down. Adapula pendapat yang menyatakan bahwa virus, polusi
udara dan makanan dapat menyebabkan demensia pada orang muda. Sejauh ini
pendapat tersebut belum tterbukti kebenarannya.
Gejala
Pada demensia Alzheimer, mula-mula
kerusakan terjadi di daerah hipokampus, yaitu bagian otak tempat menyimpan
informasi baru serta tempat mengumpulkan memori untuk disimpan ke berbagai
bagian otak. Kerusakan di daerah hipokampus tersebut akan memberikan gejala
awal demensia berupa gangguan memori baru. Sebagai contoh, jika penderita
menanyakan sesuatu, sebentar kemudian penderita tersebut lupa pernah bertanya
sehingga akan kembali menanyakan pertanyaan yang sama secara berulang, tutur
Dr. Silvia. Perilaku lain yang sering terlihat adalah penderita seringkali
kehilangan barang-barang. Hal itu disebabkan ketidakmampuan otak menyimpan
informasi visual tempat penderita meletakkan barang. Seringkali penderita juga
lupa apa yang hendak dilakukan atau tidak ingat rasa makanan yang baru saja
dimakan.
Diagnosis
Pada usia lanjut, skrining dengan
pemeriksaan yang disebut status mini mental sudah cukup dan dianggap sebagai
pemeriksaan yang memang cukup tajam untuk usia lanjut. Untuk usia muda bisa
dilakukan tes memori khusus karena kebanyakan gangguan berupa MCI.
Dr. Silvia mengungkapkan, istilah
pikun yang benar adalah kalau memang sudah terjadi sindrom demensia. Uji yang
paling sederhana untuk penyimpanan memori baru adalah dengan kemampuan
mengingat 10 kata. Pada keadaan normal, pertama kali menghafal seseorang akan
dapat mengingat 6-8 kata. Dua kali menghapal bisa mencapai 9 kata dan ketika
diulang sampai 3 kali akhirnya akan bisa mengingat keseluruhan kata. Akan
tetapi jika saat pertama hanya mampu mengingat 3 kata, setelah diulang hanya
mempu mengingat 4 kata dan sampai ketiga kalinya hanya mampu mengingat 5 kata
dan tidak bisa mencapai 10 kata maka bisa dikatakan terdapat gangguan memori.
Jika yang terganggu tidak hanya
daya ingat, tetapi juga kemampuan nilai (judgement),
pengambilan keputusan serta kemampuan menyelesaikan masalah, yang menyebabkan
penderita tidak bisa bekerja lagi, maka kondisi tersebut masuk dalam kriteria
demensia.
Terapi
Dr. Silvia menjelaskan, pengobatan
demensia disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) Amerika Serikat adalah obat-obat yang meningkatkan
sitem kolinergik. Asetilkolin (suatu neurotransmiter yang berperan penting
dalam fungsi otak) diproduksi oleh sel-sel saraf di otak. Produksinya akan
berkurang jika sel-sel otak mengalami degenerasi. Asetilkolin dipecah oleh
suatu enzim menjadi asetil dan kolin. Obat-obat yang meningkatkan sistem
kolinergik tersebuut bekerja dengan cara menghambat enzim pemecah asetkolin,
dengan demikian pemecahan asetkolin menjadi asetil dan kolin juga dihambat
sehingga bisa tetap digunakan.
Lebih jauh Dr. Silvia menjelaskan,
pada penderita Alzheimer terdapat suatu zat beta amiloid yang bersifat toksik
di otak yang akan merusak sel-sel saraf. Diketahui bahwa sel-sel saraf yang aktif
lebih mampu bertahan terhadap efek toksik dari beta amiloid tersebut
dibandingkan sel-sel yang tidak aktif. Oleh karena itu terapi demensia juga
diarahkan pada berbagai program dan latihan yang bisa merangsang otak.
Latihan puzzle yang dianjurkan di negara maju belum tentu bisa diterapkan
di Indonesia. Latihan yang dianjurkan harus disesuaikan dengan kondisi dan
kultur masing-masing orang, misal jika menyenangi permainan catur maka
penderita diajak bermain catur sesuai hobinya agar dapat melatih otak. Jika
penderita sudah tidak bisa berbicara tetapi kemampuan visuospasialnya masih
bagus dapat diberikan permainan balok. Penderita juga harus sering diajak
bersosialisasi dengan orang banyak misalnya menghadiri pesta dimana mereka bisa
berkenalan dan berkomunikasi dengan orang lain. Akan tetapi pada keadaan yang
sudah sangat berat, penderita biasanya lebih mudah depresi dan merasa
kehilangan harga diri serta takut mendapat cemoohan dari lingkungan.
Pencegahan Dimulai Sedini Mungkin
Menurut Dr. Silvia, semua faktor
resiko terjadinya stroke juga merupakan faktor resiko terjadinya demensia
Alzheimer. Pada penderita Alzheimer, zat beta amiloid toksis dibuang ke
pembuluh darah. Berbagai faktor resiko stroke seperti merokok, hipertensi,
kolesterol tinggi, kurang berolahrga dan aktivitas akan meyebabkan kerusakan
pembuluh darah sehingga beta amiloid yang harusnya cepat dibuang menjadi
menumpuk dan merusak sel-sel saraf.beta amiloid sendiri juga akan merusak
pembuluh darah.
Dengan demikian pencegahan bisa
dilakukan dengan pengaturan pola makan yang sehat, olahraga teratur, serta
menjaga kada kolesterol darah tetap normal. Penderita hipertensi dan diabetes
harus rajin melakukan kontrol penyakitnya.
Pikun atau demensia memang jarang
terjadi pada orang muda yang normal (tanpa kelainan genetik). Akan tetapi
berbagai keadaan dan kebiasaan sewaktu muda mempunyai kontribusi terhadap
terjadinya gangguan ini di kemudian hari. Jadi akan jauh lebih baik jika kita
melakukan pencegahan terhadap demensia sedini mungkin.
0 komentar:
Posting Komentar